SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang rupiah. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah meminta adanya langkah antisipasi yang dilakukan pemerintah imbas semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (14/6/2024), rupiah menutup perdagangan dengan turun 0,87% atau setara 142 poin ke posisi Rp16.412 per dolar AS. Sementara itu indeks dolar terpantau naik 0,34% ke level 105,55.

Promosi Telkom Dukung Startup untuk Berkontribusi dalam Pengembangan IKN

Melihat hal ini, Said mengatakan posisi rupiah malah minus 5,25% dibandingkan dengan tahun lalu.

“Kecenderungan rupiah loyo disebabkan situasi eksternal dan internal. Belakangan investor menarik diri, khususnya dalam perannya sebagai buyer di Surat Berharga Negara [SBN],” kata Said dalam keteranganya, Selasa (18/6/2024) seperti dilansir Bisnis.com.

Said menyampaikan situasi pelemahan nilai tukar rupiah yang dihadapi saat ini tidak mudah dan harus menjadikan keadaan itu sebagai national bonding. Jika keadaan ekonomi ini semakin memburuk, lanjutnya, yang akan menerima resiko paling awal adalah rakyat Indonesia sendiri bukan kalangan elit.

“Saya benar benar mengharapkan pemangku kebijakan untuk tidak membuat komunikasi publik, bahwa kita sedang baik-baik saja,” ujarnya.

Selain itu, Said meminta para pemangku kebijakan fiskal dan moneter untuk memperkuat kebijakan struktural perekonomian nasional. Pertama, memastikan tata kelola devisa, terutama devisa hasil ekspor sumber daya alam berjalan optimal untuk memperkuat cadangan devisa.

“Berikan kebijakan insentif dan sanksi yang sepadan untuk menopang tata kelola devisa nasional,” ucap Said.

Lalu, poin kedua terus dilakukannya reformasi pada sektor keuangan agar lebih inklusif, dan mendorong aliran modal asing semakin tumbuh.

“Sebab aliran masuk investasi portofolio kembali positif pada kuartal II/2024 secara neto tercatat sebesar US$3,3 miliar,” jelasnya.

Ketiga, perketat kebijakan impor terutama pada sektor sektor yang makin menggerus devisa, dan memukul sektor industri dan tenaga kerja.

“Importasi hendaknya difokuskan sebagai kebijakan jangka pendek untuk menambal defisit pangan dan energi yang terus berlanjut,” tuturnya.

Lebih lanjut, Said juga meminta pemerintah perlu memastikan SBN sebagai instrumen yang menarik bagi investor asing, dengan yield yang moderat agar tidak menjadi beban bunga.

Pemerintah juga perlu memastikan stand by buyer untuk SBN. Pasalnya, SBN telah menjelma menjadi sumber pembiayaan penting bagi kelangsungan APBN. Untuk poin kelima, Said ingin pemerintah perlu memperluas dan makin kreatif untuk menopang kebutuhan pembiayaan ditengah likuiditas nasional dan global yang makin ketat dan terbatas.

“Libatkan berbagai organisasi masyarakat dan asosiasi pengusaha yang menghimpun likuiditas besar ikut berpartisipasi dengan saling menguntungkan,” sebutnya.

Kemudian untuk poin keenam, Bank Indonesia (BI) perlu memastikan kebijakan yang bertujuan mengurangi ketergantungan negara terhadap dolar AS dapat terlihat hasilnya.

“Pemerintah dan Bank Indonesia perlu antisipasi kebutuhan likuiditas valas terhadap kebutuhan pembayaran utang pemerintah, BUMN, dan swasta dengan meningkatkan kebijakan hedging sehingga tidak makin membebani sektor keuangan,” tandasnya.

Termasuk Rendah

Di sisi lain, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan bahwa tingkat depresiasi rupiah masih termasuk rendah jika dibandingkan dengan sejumlah negara lainnya.
“Bandingkan dengan peso Filipina, bandingkan dengan bahkan baht Thailand, bandingkan dengan yen Jepang. Depresiasi rupiah termasuk yang rendah dan stabil,” katanya usai Rakornas Pengendalian Inflasi, Minggu (16/6/2024).

Perry menegaskan, untuk mengupayakan stabilisasi nilai tukar rupiah, BI akan terus melakukan intervensi, termasuk menarik aliran portofolio asing ke dalam negeri. Bisnis mencatat, nilai tukar rupiah pada perdagangan Jumat ditutup pada level Rp16.412 per dolar Amerika Serikat (AS), turun 0,87% atau 142 poin.

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS ini sejalan dengan depresiasi mata uang kawasan Asia lainnya, seperti yen Jepang yang melemah 0,36%, won Korea turun 0,39%, peso Filipina turun 0,08%, juga ringgit Malaysia yang melemah 0,14% dan baht Thailand 0,07%.

Adapun, BI mencatat, terjadi aliran modal keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp0,75 triliun pada periode 10-13 Juni 2024.

Pada periode yang sama, tercatat aliran masuk modal asing Rp0,76 triliun di pasar saham dan Rp8,90 triliun di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Sepanjang 2024 atau hingga 13 Juni 2024, aliran modal keluar dari pasar SBN telah mencapai Rp35,09 triliun dan dari pasar saham sebesar Rp10,40 triliun.

Sementara pada periode yang sama, BI mencatat aliran masuk modal asing ke SRBI telah mencapai Rp108,90 triliun. Dalam hal ini, BI menyatakan penguatan koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait akan terus diperkuat, termasuk strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan jika tren pelemahan rupiah masih berlanjut, maka tingkat suku bunga acuan BI berpotensi kembali dinaikkan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Juni ini sebesar 25 basis poin.



“Apabila kondisi tidak memungkinkan, BI diperkirakan akan menaikkan subung jadi 6,75%,” katanya. Ibrahim menjelaskan, salah satu pemicu melemahnya mata uang dunia terhadap dolar AS yaitu masih berlanjutnya perang dagang antara Uni Eropa dan AS dengan China, yang semakin menimbulkan ketidakpastian global.

“Harus diingat salah satu yang berdampak negatif pada mata uang dunia adalah Amerika dan China, sehingga terjadinya perang dagang membuat nilai tukar rupiah mengalami pelemahan yang signifikan,” jelasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya