SOLOPOS.COM - Ilustrasi perbankan (freepik.com)

Solopos.com, SOLO–Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 1.206 bank perekonomian rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) di Indonesia telah memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6 miliar hingga April 2024.

OJK memberi batas kepada BPR sebelum 31 Desember 2024 dan BPRS sebelum 31 Desember 2025 untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp6 miliar. Ketentuan modal minimum itu tertera dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 05/POJK.03/2015.

Promosi Telkom Dukung Startup untuk Berkontribusi dalam Pengembangan IKN

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyebut ada 103 BPR/BPRS yang bahkan mempunyai modal inti di atas Rp50 miliar.

Dia menambahkan saat ini tercatat ada 1.562 BPR/BPRS di Indonesia. Menurutnya, jumlah BPR/BPRS cenderung konsisten menurun sejak tiga tahun terakhir. Sebelumnya pada 2022 lalu, Dian menyebut ada 1.608 BPR/BPRS di Tanah Air.

“OJK mencatat ada 48 BPR/BPRS yang telah selesai melakukan proses konsolidasi menjadi 15 BPR/BPRS,” terang Dian dalam konferensi pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan & Kebijakan OJK Hasil RDK Bulanan Mei 2024 secara daring, Senin (10/6/2024).

Dia mengakui langkah konsolidasi tersebut diambil sebagai cara untuk memperkuat permodalan BPR/BPRS di Indonesia. Pihaknya juga mendorong BPR/BPRS ataupun bank pembangunan daerah (BPD) untuk melakukan konsolidasi.

Oleh sebab itu, BPR/BPRS akan mampu berkontribusi kepada pelaku usaha di daerah setempat. Pihaknya mengaku telah menjalin komunikasi dengan pemerintah dan stakeholders terkait dalam rangka penguatan BPR/BPRS.

Ihwal pencabutan izin BPR/BPRS yang bermasalah, Dian mengaku getol melakukan pemeriksaan intensif terhadap seluruh BPR/BPRS. Pemeriksaan ini sebagai upaya untuk memastikan BPR/BPRS sanggup untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang diamanahkan oleh Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Peran Lembaga Penjamin Simpanan

Pihaknya tidak menoleransi adanya BPR/BPRS yang bermasalah, apalagi masalah fundamental misalnya fraud. Akan tetapi, OJK memastikan penutupan BPR/BPRS tidak berimbas kepada nasabah mengingat adanya peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

“Bank ini kan bagian dari bisnis biasa, kalau BPR ada yang bangkrut ya biasa. Tetapi sudah ada LPS, OJK, Bank Indonesia, dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Kalaupun ada bank umum bangkrut pun saya kira kami bisa selesaikan dengan sangat baik dan seharusnya tidak menimbulkan persoalan kepada masyarakat karena sistem sekarang sudah lebih establish,” paparnya.

OJK menilai kinerja industri perbankan per April 2024 tetap resilien dan stabil didukung oleh tingkat profitabilitas (ROA) sebesar 2,51 persen (Maret 2024: 2,62%) dan NIM sebesar 4,56% (Maret 2024: 4,59%).

Permodalan (CAR) perbankan masih di level yang relatif tinggi yaitu sebesar 25,99% (Maret 2024: 25,96%), menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi ketidakpastian global.

Dari sisi kinerja intermediasi, pada April 2024, secara month to month (mtm) kredit mengalami peningkatan sebesar Rp66,05 triliun, atau tumbuh sebesar 0,91% mtm. Adapun secara tahunan, kredit melanjutkan catatan double digit growth sebesar 13,09% secara year on year (yoy) menjadi Rp7.310,7 triliun.

Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh tertinggi yaitu sebesar 15,69% yoy. Sementara itu, secara nominal yang terbesar adalah kredit modal kerja yang mencapai sebesar Rp3.319,15 triliun.

Ditinjau dari kepemilikan bank, bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu tumbuh sebesar 15,42% yoy. Penyaluran kredit yang cukup signifikan tersebut melanjutkan tren pertumbuhan kredit sejak periode sebelumnya dan searah dengan target pertumbuhan pada 2024.

Tren pertumbuhan kredit yang baik ini menunjukkan dukungan dan komitmen perbankan yang tinggi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami pertumbuhan positif.

Kebijakan Bank Sentral

Pada April 2024, DPK tercatat tumbuh sebesar 0,60% mtm atau meningkat sebesar 8,21% yoy (Maret 2024: 7,44% yoy) menjadi Rp8.653 triliun, dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 11,81% yoy.

Likuiditas industri perbankan pada April 2024 memadai dengan rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 113,9% (Maret 2024: 121,05%) dan 25,6 persen (Maret 2024: 27,18%), atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

Kondisi tersebut searah dengan likuiditas global yang cukup ketat di tengah kebijakan bank sentral AS yang mempertahankan suku bunga tinggi (high for longer).

Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio non perfoming loan (NPL) gross perbankan sebesar 2,33% (Maret 2024: 2,25%) dan NPL net sebesar 0,81% (Maret 2024: 0,77%).

Adapun NPL gross usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di April 2024 tercatat 4,26% (Maret 2024: 3,98%) dan NPL net 1,54% (Maret 2024: 1,45%). Peningkatan NPL gross UMKM utamanya pada segmen kredit kecil dan mikro yang naik menjadi 3,89% di April 2024 (Maret 2024: 3,65%).

Walaupun demikian, perbankan telah mengantisipasi kenaikan NPL UMKM tersebut dengan membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) kredit UMKM sebesar Rp85,5 triliun dan perbandingan antara total CKPN UMKM terhadap total NPL UMKM mencapai sebesar 137,37%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya