SOLOPOS.COM - Seorang karyawan tengah memeriksa mesin di pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex.(Istimewa/sritex.co.id)

Solopos.com, JAKARTA – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan masih membayangi industri tekstil di Tanah Air. Hal ini tak lepas dari masih besarnya tekanan yang mendera sektor tersebut.

General Manager HRD and Human Capital Sritex Group, Sri Saptono Basuki mengatakan industri padat karya belum bisa keluar dari krisis bisnis akibat gerusan pandemi Covid-19. Pangsa pasar lokal dan ekspor sangat kompetitif. Apabila perusahaan tak bisa bersaing maka harus melakukan efisiensi.

Promosi Telkom Dukung Startup untuk Berkontribusi dalam Pengembangan IKN

Skema efisiensi dilakukan mulai dari menerapkan sistem masuk karyawan secara bergiliran, merumahkan karyawan hingga pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menjadi opsi terakhir.

“Kondisi Sritex Group patut disyukuri meski belum utuh. Kami masih lebih beruntung dibanding saudara kita [perusahaan tekstil dan produk tekstil] yang masih berjuang,” ujar dia, Kamis kepada Solopos.com.

Basuki mengatakan industri padat karya seperti TPT berhadapan langsung dengan anjloknya permintaan pasar domestik akibat banjir barang impor. “Ekosistem dunia usaha sedang tidak baik-baik saja khusunya labour cost. Regulasi dari pemerintah belum mampu mengurangi tekanan. Seperti revisi permendag, UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA), belum lagi ditambah penerapan potongan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera),” papar dia.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi mengatakan kabar tersebut didapatkan dari informasi pelaku usaha terkait. Tak hanya PHK massal, pabrik besar tersebut berpotensi tutup meski masih berupaya bertahan.

“Pabrik tekstil raksasa di Indonesia akan PHK puluhan ribu pekerja, kita lihat sampai September 2024. Perusahaan tersebut masih berjuang agar tetap bisa survive,” kata Ristadi kepada Bisnis, Kamis (13/6/2023).

Kondisi ini melanjutkan keterpurukan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang satu per satu berguguran sejak 2022. Bahkan, per kuartal Juni 2024 tercatat kurang lebih 13.800 buruh tekstil di PHK dengan alasan efisiensi hingga penutupan pabrik.

Berdasarkan catatan KSPN, sebanyak 6 pabrik tutup per awal Juni 2024 yang terdiri dari PT S Dupantex di Jawa Tengah (700 pekerja PHK), PT Alenatex di Jawa Barat (700 pekerja PHK), PT Kusumahadi Santosa di Jawa Tengah (500 pekerja PHK), PT Kusumaputra Santosa di Jawa Tengah (400 pekerja PHK).

Kemudian, PT Pamor Spinning Mills di Jawa Tengah (PHK 700 orang) dan PT Sai Apparel di Jawa Tengah (PHK 8.000 orang). Sementara itu, ada juga pabrik tekstil yang melakukan efisiensi karyawan.

Beberapa pabrik yang masih berjalam namun memangkas karyawannya pada periode awal tahun ini yaitu PT Sinar Panca Jaya diSemarang dengan jumlah PHK hingga awal Juni 2024 tembus 2.000 orang.

Di sisi lain, PT Bitratex di Semarang telah PHK 400-an orang, PT Johartex di Magelang juga melakukan PHK 300-an orang dan PT Pulomas, Bandung: PHK 100-an orang.

Menurut Ristadi, pesanan tekstil di pabrik lokal masih lemah, bahkan ada pabrik yang akhirnya tutup karena tidak ada order sama sekali. Tak hanya lokal, pasar ekspor pun masih dalam tren menurun.

“Yang lokal karena pasar dalam negeri dipenuhi oleh barang-barang tekstil impor khususnya dari China, sehingga produk tekstil dalam negeri tidak bisa laku karena kalah harga jual,” ujarnya.

Untuk diketahui, perusahaan-perusahaan tekstil yang melantai di bursa pun tengah terseok-seok. Misalnya, emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex akan tetap melakukan pengurangan karyawan (PHK) secara berkala hingga 2025.

Manajemen Sritex mengungkapkan, sebagai salah satu upaya SRIL dalam meningkatkan penjualan dan efisiensi biaya produksi, SRIL melakukan beberapa langkah salah satunya pengurangan karyawan.

“Untuk menghadapi kondisi tersebut, Grup memfokuskan pada upaya meningkatkan penjualan dan efisiensi biaya produksi dengan mengambil langkah-langkah yaitu pengurangan karyawan secara berkala hingga 2025,” tulis manajemen seperti dilansir Bisnis.com.

Sampai dengan 31 Desember 2023, Sritex mencatatkan total karyawan tetap sebesar 14.138 karyawan.

Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan posisi 2022 yang tercatat sebesar 16.370 karyawan. Sementara itu, sepanjang 2023 SRIL mencatatkan beban imbalan kerja karyawan mencapai US$2,81 juta. Beban ini sediit lebih kecil dibandingkan dengan 2022 yang tercatat sebesar US$2,83 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya