SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang rupiah. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan tren nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat, didukung faktor fundamental ekonomi Indonesia.

“Rupiah secara fundamental itu trennya, jangan ditanya hari per hari lho, ini trennya akan menguat. Inflasi kita rendah, growth bagus, kreditnya bagus,” kata Perry usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/6/2024) petang seperti dilansir Antaranews.

Promosi Tingkatkan Konektivitas Data Center, Telin dan SingTel Kembangkan SKKL

Faktor fundamental yang diperkirakan akan memengaruhi penguatan nilai tukar rupiah adalah inflasi rendah yakni 2,8 persen, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan 5,1 persen, serta pertumbuhan kredit sebesar 12 persen.

Namun, Perry memperingatkan adanya faktor sentimen jangka pendek yang bisa menyebabkan rupiah melemah, di antaranya kondisi geopolitik global dan sikap bank sentral AS atau The Fed yang tidak terburu-buru memangkas suku bunga.

Di dalam negeri, Indonesia juga sedang menghadapi sentimen domestik dengan kenaikan permintaan pembiayaan dari korporasi untuk repatriasi deviden dan pembayaran utang.

“[Meskipun] fundamentalnya ke depan rupiah akan menguat, tetapi gerakan dari bulan ke bulan akan tergantung pada sentimen-sentimen ini,” ujar Perry.

Jika dibandingkan dengan mata uang negara lain, kata dia, pelemahan rupiah masih lebih baik. Sejak Desember 2023 hingga pertengahan Juni ini, rupiah melemah 5,92 persen terhadap dolar AS.

Sementara itu, won Korea melemah 6,78 persen, baht Thailand melemah 6,92 persen, peso Meksiko melemah 7,89 persen, real Brazil melemah 10,63 persen, dan yen Jepang melemah 10,78 persen.

“Jadi pelemahan rupiah itu relatif masih lebih baik. Dan kami yakin ke depan akan menguat, fundamentalnya akan mengarah ke sana,” ujar Perry, meyakinkan.

Sebelumnya, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi ini turun 18 poin atau 0,11 persen menjadi Rp16.383 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp16.365 per dolar AS.

Salah satu penyebabnya adalah kebijakan The Fed yang tidak menurunkan suku bunganya hingga dipengaruhi tensi geopolitik dunia yang memanas.

Investasi

Menyikapi pelemahan nilai rupiah, pengamat makroekonomi dan keuangan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menganjurkan masyarakat yang memiliki dana lebih untuk tetap berinvestasi.

“Ini [berinvestasi] memang pilihan, tergantung persepsi risiko masing-masing. Kalau berani risiko, investasi saham dan investasi lain,” kata Abdul Manap Pulungan di Kabupaten Badung, Bali, Kamis (20/6/2024), seperti dikutip Antara.

Sebelumnya, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi ini turun 18 poin atau 0,11 persen menjadi Rp16.383 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp16.365 per dolar AS.

Adapun penyebabnya antara lain tingkat suku bunga bank sentral AS, the Fed, yang tidak menurunkan suku bunganya hingga dipengaruhi tensi geopolitik dunia yang memanas. Dia menambahkan saat ini merupakan momentum yang pas untuk membeli saham ketika sejumlah emiten yang melantai di bursa sedang tak bergairah.

Saham yang potensial dilirik, ungkap Abdul Manap, saham blue chip atau saham yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar namun saat ini harganya menurun.

Namun demikian, dia menyarankan calon investor perorangan untuk memikirkan investasi di saham dalam jangka yang panjang yakni lima hingga 10 tahun. “Yang ideal itu memang membeli saham sewaktu (harga) turun saat ini, nanti dijual 5-10 tahun mendatang. Jangan dijual saat naik cuma lima persen, itu sama dengan trading bukan investasi,” katanya.

Diungkapkan olehnya, selain saham, sejumlah dana bisa diarahkan untuk membeli properti atau aset tanah termasuk tanah produktif misalnya sawah atau perkebunan yang memberikan hasil.

Namun, investasi tanah, kata dia, tidak bisa langsung likuid ketika memerlukan dana dalam keadaan mendesak. Selanjutnya, urai Abdul, investasi dengan membeli emas apabila ingin berinvestasi jangka panjang yakni di atas 10 tahun.

Seperti diketahui, harga emas Antam saat ini sudah tergolong tinggi yakni mencapai Rp1.355.000 per gram atau naik Rp6.000 dibandingkan pada Rabu (19/6) yang berpotensi jadi pilihan untuk investasi jangka panjang.

Selain itu, investasi di surat utang negara (SUN) atau surat berharga negara (SBN) yang minim risiko dan dijamin negara bsia juga menjadi pilihan. Meski imbal hasil tidak besar, namun investasi di segmentasi surat berharga itu memberi dampak psikologis yang positif kepada masyarakat.

“Secara psikologis, pendapatan masuk ke rekening dari SBN. Secara tidak langsung, walau pun kecil (imbal hasil), sebenarnya ada dampak psikologis, daripada uang ditempatkan di rekening yang tidak menghasilkan apa-apa,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya