SOLOPOS.COM - Ilustrasi nilai tukar rupiah. (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA – Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Senin (24/6/2024) dibuka merosot dipengaruhi data PMI Amerika Serikat (AS) yang solid.

Pada awal perdagangan Senin (24/6/2024) pagi, rupiah turun 8 poin atau 0,05 persen menjadi Rp16.458 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp16.450 per dolar AS.

Promosi Telkom Dukung Startup untuk Berkontribusi dalam Pengembangan IKN

“PMI Manufaktur AS secara mengejutkan naik menjadi 51,7 pada Juni 2024 dari 51,3 pada Mei 2024,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede di Jakarta, Senin, seperti dilansir Antaranews.

Josua menuturkan data PMI yang solid mendukung apresiasi nilai tukar dolar AS. PMI manufaktur melampaui ekspektasi konsensus pasar sebesar 51. Selain itu, PMI Jasa AS juga naik menjadi 55,1 pada Juni 2024, melebihi ekspektasi sebesar 54.

Data menunjukkan sektor manufaktur dan jasa di AS masih mengalami akselerasi pada Juni 2024, meningkatkan kemungkinan kebijakan suku bunga bertahan tinggi untuk waktu yang lebih lama (higher-for-longer) dari bank sentral AS atau The Fed.

Dia memperkirakan pada perdagangan hari ini nilai tukar rupiah akan berkisar di rentang Rp16.425 per dolar AS sampai dengan Rp16.525 per dolar AS.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan tren nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan menguat, didukung faktor fundamental ekonomi Indonesia.

“Rupiah secara fundamental itu trennya, jangan ditanya hari per hari lho, ini trennya akan menguat. Inflasi kita rendah, growth bagus, kreditnya bagus,” kata Perry usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/6/2024) petang seperti dilansir Antaranews.

Faktor fundamental yang diperkirakan akan memengaruhi penguatan nilai tukar rupiah adalah inflasi rendah yakni 2,8 persen, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan 5,1 persen, serta pertumbuhan kredit sebesar 12 persen.

Namun, Perry memperingatkan adanya faktor sentimen jangka pendek yang bisa menyebabkan rupiah melemah, di antaranya kondisi geopolitik global dan sikap bank sentral AS atau The Fed yang tidak terburu-buru memangkas suku bunga.

Di dalam negeri, Indonesia juga sedang menghadapi sentimen domestik dengan kenaikan permintaan pembiayaan dari korporasi untuk repatriasi deviden dan pembayaran utang.

“[Meskipun] fundamentalnya ke depan rupiah akan menguat, tetapi gerakan dari bulan ke bulan akan tergantung pada sentimen-sentimen ini,” ujar Perry.

Jika dibandingkan dengan mata uang negara lain, kata dia, pelemahan rupiah masih lebih baik. Sejak Desember 2023 hingga pertengahan Juni ini, rupiah melemah 5,92 persen terhadap dolar AS.

Sementara itu, won Korea melemah 6,78 persen, baht Thailand melemah 6,92 persen, peso Meksiko melemah 7,89 persen, real Brazil melemah 10,63 persen, dan yen Jepang melemah 10,78 persen.

“Jadi pelemahan rupiah itu relatif masih lebih baik. Dan kami yakin ke depan akan menguat, fundamentalnya akan mengarah ke sana,” ujar Perry, meyakinkan.

Sebelumnya, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi ini turun 18 poin atau 0,11 persen menjadi Rp16.383 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp16.365 per dolar AS.

Salah satu penyebabnya adalah kebijakan The Fed yang tidak menurunkan suku bunganya hingga dipengaruhi tensi geopolitik dunia yang memanas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya